JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi <p>Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan islam</p> en-US Fri, 15 Dec 2023 17:59:43 +0000 OJS 3.2.1.4 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Status Hukum Anak Diluar Nikah Dalam Perspektif Fikih Islam Dan Hukum Positif Indonesia https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/71 <p>Perkawinan merupakan dasar terwujudnya pertalian darah (keturunan) dan secara hukum hal ini melahirkan hak dan kewajiban di antara mereka yang termasuk dalam lingkungan keturunan itu. Suatu perkawinan yang sah akan melahirkan keturunan-keturunan anak yang sah pula. Dengan demikian, maka sah atau tidaknya status seorang anak dan juga hubungan hukum seorang anak dengan orang tuanya sangat tergantung dari keabsahan perkawinan orang tuanya. Menurut Hukum Islam, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan nasabb hanya dengan ibu yang melahirkanya dan keluarga ibunya sehinga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dengan ayah biologisnya dan ayah biologisnya tidak mempunyai hak untuk menjadi wali nikah. Semua madzhabb yang empat (Madzhabb Hanafi, Malikiyy, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasabb dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak diangap. Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal istilah “anak zina” tetapi mengenal istilah “anak yang lahir diluar perkawinan” yang statusnya sama dengan anak hasil hubungan suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali perkawinan yang sah, yang meliputi anak yang lahir dari wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya, atau anak syubhat kecuali diakui oleh bapak syubhatnya. Kedudukan anak luar kawin menurut KUHP Perdata anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakuinya saja. Dengan demikian, anak luar kawin tidak mempunyai hubungan perdata dengan orang tua yang tidak mengakui sehinga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dan perwalian.</p> ABDUL MUID, Mochammad Fachrul Ghoniyun Abib, Ajeng Wahyu Sejati Copyright (c) 2023 YAYASAN MAZIYATUL ILMI https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/71 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Pengankatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/74 <p>Penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hukum Islam menangani masalah pengangkatan anak, hak-hak anak angkat, dan kedudukannya dalam kewarisan. Penelitian yuridis normatiff inii menggunakan data kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum Islam tidak mengakui pengangkatan anak yang menjadikannya sebagaii anak kandungg mutlak. Namun, orangg tua angkat tetap harus memberikan hak-haknya seperti sandang, makanan, dan pendidikan. Dalam hal warisan, anak tidak memiliki hak terhadap harta waris orang tua angkat. Namun, mereka dapat menerimaa wasiat untuk tidak lebih dari sepertiga (1/3) dari harta yang ditinggalkan orang tua angkat.</p> <p>Kata Kunci : pPengangkatan, aAnak, Hukumm Islam</p> ABDUL MUID, Ahmad Pandu Winata, Iswadah Copyright (c) 2023 YAYASAN MAZIYATUL ILMI https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/74 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Bayi Tabung dala Pandangan Islam https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/72 <p>Urgensi penelitian ini menilik lebih jauh masalah kekinian mengenai bayi tabung yang hingga saat ini masih menuai polemik. Metode analisis yang digunakan yakni deskriptiff dengan hasil analisis temuan bahwa secara hukum, bayi yang dihasilkan dari inseminasi ini memilikil dua macam yakni diperbolehkan dengan catatan sperma yang diambil merupakan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut (bukan rahim orang lain) dan tidak diperbolehkan, jika seperma yang diambil berasal dari lakii-laki lain begituu pula dari wanita lain. Pandangan penulis tentang bayi tabung bahwa boleh saja asalkan sperma yang diambil merupakan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut (bukan rahim orang lain) dan juga yang menanganinya dahlah dokterr yang ahli dari kaum wanita tidak boleh dan lawan jenis (laki-laki).</p> ABDUL MUID, M. Irfansyah Rohmatus, Syuhada, 'Aridea puspita Copyright (c) 2023 YAYASAN MAZIYATUL ILMI https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/72 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Homoseksual, Lesbian dan Onani/Mastrubasi https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/73 <p>Gerakan Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender saat ini menjadi fenomena mondial. Komunitas LGBT sudah berani menampakkan diri kepermukaan. Tidak hanya didunia Barat saja, namun eksitensi LGBT marak juga ditanah air. Kemunculan komunitas LGBT ditengah-tengah kehidupan masyarakat menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mengecam keberadaan komunitas LGBT, karena dianggap kaum dengan perilaku abnormal dan menyimpang dari ajaran agama. Sebagian lagi menerimanya sebagai bagian dari menghargai eksitensi mereka dalam Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan pokok. Apa pandangan ajaran Islam dan Piagam HAM terhadap perilaku LGBT? Bagaimana HAM dan doktrin agama dapat bersanding dalam menyelesaikan masalah LGBT ini?Apa saja solusi dan upaya pencegahan LGBT yang dapat dilakukan? Untuk menjawab pertanyaan ini, penelitian dilakukan dengan mengkaji teks-teks agama baik kitab al-Qur'an maupun hadits, dan teks piagam Hak Asasi Manusia. Kedua jenis teks ini dikaji dengan berbagai pendekatan; teologis, historis, filosofis , medis , tafsir, hermeneutis , fikih dan psikologis. Metode content analisys pada awalnya dilakukan terhadap teks al-Qur'an maupn hadits. Matan hadits dilakukan takhrij dan kajian naqdakhili. Dari kajian ini disimpulkan bahwa perilaku LGBT secara dokrin agama dilarang keras. Begitupun Piagam HAM tidak dapat membenarkan perilaku LGBT dengan dalih kebebasan individu. Karena kebebasan individupun secara otomatis terbatasi oleh kebebasan individu lain dan perundang-undangan. Solusi pengobatan dan pencegahan dapat dilakukan terhadap perilaku LGBT. Karena secara pskilogis perilaku LGBT adalah penyakit kejiwaan yang dapattdiobati dandicegah. Di antaraapersoalan yang sering dialami oleh anak remaja dan pemuda adalah persoalan ketegangan seksual yang melanda saat-saat pra menikah. Salah satu solusi yang ditempuh untuk meredakan ketegangan seksual ini adalah praktik onani atau masturbasi yang sering dilakukan terutama oleh remaja laki-laki dibanding perempuan. Jumhur ulama memvonis haram aktifitas ini, namun sebagian ada yang menghukumi haram bersyarat, makruh dan bahkan ada pula yang berpendapat mubah. Tulisan ini akan mendiskusikan masing-masing pendapat dengan perspektif perbandingan madzhab untuk kemudian dilakukan pentarjihan. Dari pentarjihan penulis, tampaknya pendapat yang memakruhkan onani lebih kuat dan realistis untuk diterapkan.</p> ABDUL MUID Copyright (c) 2023 YAYASAN MAZIYATUL ILMI https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/73 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Perkawinan Antar Orang Yang Berlainan Agama https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/75 <p>Perkawinan beda agama memang bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia yang multikultural. Perkawinan tersebut telah terjadi di kalangan masyarakat (di berbagai dimensi sosialnya) dan sudah berlangsung sejak lama. Namun demikian, tidak juga berarti bahwa persoalan perkawinan beda agama tidak dipermasalahkan, bahkan cenderung selalu menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Ada anggapan bahwa penyebabnya adalah keberadaan UU No. 1 Tahun 1974 yang tidak mengakomodir persoalan perkawinan beda agama. Persoalan yang muncul belakangan ini adalah banyaknya orang yang telah beriman tetapi belum memeluk agama Islam. Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri disamping banyaknya bebagai pendapat fuqaha terhadap perkawinan beda agama ini. Konsep dasar dalam Islam bahwa jika orang-orang musyrik tersebut telah beriman maka boleh orang muslim menikah dengannya. Selanjutnya KHI yang berlandaskan dengan Inpres Tahun 1991 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum dalam hirarki perundang-undangan dan UU Perkawinan juga tidak mengatur secara tegas tentang pelarangan nikah beda agamaini.Perkawinanadalahsalahsatumediadakwahmenyerukanorangmenuju ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran yang bersumber dari al- Qur’an dan Hadis. Dengan ada peluang seperti ini, melalui jalan perkawinan diharapkan calon yang telah beriman tersebut mendapat tuntunan dan ajaran dari pasangannya yang muslim. Dengan melalui proses pendekatan emosional dapat memahami Islam secara baik, sehingga menjadi muallaf dan memahami Islam secara utuh kedepannya.</p> Abdul Mu'id, Ati'atul jazilah, Lailiyatul Asfiy Copyright (c) 2023 YAYASAN MAZIYATUL ILMI https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/75 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000